Gambar : Kompas |
Jogjaterkini.id , Yogyakarta - Situasi tumpukan sampah yang menggunung di depo Mandala Krida, Yogyakarta, memicu reaksi keras dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq. Dalam kunjungannya, Hanif mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah daerah yang dinilai tidak efektif dalam menangani masalah ini. Bahkan, ia mengancam untuk membawa pihak yang bertanggung jawab ke jalur hukum jika ditemukan adanya kelalaian.
"Saya kecewa melihat situasi ini. Pemerintah daerah tidak boleh membiarkan sampah menumpuk seperti ini. Saya akan memanggil Pemkot Yogyakarta untuk meminta penjelasan detail terkait pengelolaan sampah ini," ujar Hanif dikutip dari Harian Jogja.
Tegaskan Penegakan Hukum
Hanif menegaskan komitmennya untuk menegakkan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Menurutnya, jika ditemukan pelanggaran atau kelalaian yang berpotensi mencemari lingkungan, pihak terkait akan dihadapkan ke meja hijau.
"Ini mencemari lingkungan. Dengan kapasitas 300 ton per hari, sampah dari sini ke mana dibuangnya? Harus ada yang bertanggung jawab atas kondisi ini. Jika terbukti ada pelanggaran, saya akan menyeret pihak yang bersalah ke jalur hukum," tegas Hanif.
Lebih lanjut, Hanif mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera mengerahkan tim penyidik untuk memeriksa secara rinci kondisi di lapangan. Ia juga menyoroti perlunya langkah konkret dalam penanganan sampah yang selama ini dinilai masih kurang optimal.
Dana Pengelolaan Sampah Dinilai Tidak Cukup
Selain masalah penegakan hukum, Hanif juga menyoroti keterbatasan anggaran dalam menangani persoalan sampah di Yogyakarta. Menurutnya, alokasi dana sebesar Rp 100 miliar belum memadai untuk menyelesaikan krisis ini. Ia mengusulkan agar Pemkot Yogyakarta belajar dari kota-kota lain yang berhasil mengelola sampah secara efektif, seperti Surabaya dan Banyumas.
"Jika pengelolaan di hulu dilaksanakan dengan baik, sampah tidak akan menumpuk di TPA. Penanganan harus dimulai dari sumbernya. Saya minta direktur terkait segera mencarikan solusi. Penegakan hukum tetap dilakukan, tetapi pendampingan teknis dan pendanaan juga harus dipikirkan," tambah Hanif.
Respons Pemkot Yogyakarta
Di sisi lain, Pj Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, merespons ancaman pemanggilan dari Kementerian LHK dengan sikap terbuka. Ia menyatakan siap memberikan klarifikasi terkait kendala yang dihadapi Pemkot dalam menangani sampah, termasuk keterbatasan lahan yang menjadi tantangan utama.
"Ya nggak apa-apa, kami kan nanti bisa klarifikasi. Kami sudah berusaha, tapi belum bisa mengatasi karena kalau kami punya tempat, selesai. Tapi kota ini nggak punya lokasi yang luas untuk pengelolaan sampah," jelas Sugeng saat dihubungi.
Sugeng menjelaskan bahwa Kota Yogyakarta setiap harinya menghasilkan sekitar 200 ton sampah, namun kapasitas pengolahan yang dimiliki hanya mampu menangani 70 persen dari total tersebut. Sisanya terpaksa ditampung di depo sementara seperti di Mandala Krida, yang kemudian berujung pada penumpukan.
"Yang ada sekarang itu baru mampu (mengolah) sekitar 140 ton. Kami masih berupaya menyelesaikan ini. Jadi kalau depo masih ada, kami mohon maaf karena memang sebagai transit point, keterbatasan kemampuan penyelesaian sampah itu masih terjadi," ungkapnya.
Keterbatasan Lahan Menjadi Hambatan
Lebih lanjut, Sugeng menjelaskan bahwa upaya pengelolaan sampah di Yogyakarta terhambat oleh terbatasnya lahan yang dimiliki kota. Berbeda dengan daerah kabupaten yang memiliki lahan lebih luas, Kota Yogyakarta harus mengoptimalkan lahan yang terbatas seperti TPS Karangmiri, Kranon, Nitikan, serta memanfaatkan lahan pinjaman dari Pemda DIY di Piyungan.
"Kalau kami di kabupaten mungkin nggak masalah karena lahannya masih luas. Tapi di kota, tempatnya memang terbatas. Jadi tempat yang ada ini harus kami optimalkan dengan hati-hati supaya masyarakat tidak menolak, mengingat lokasinya berada di pemukiman," pungkas Sugeng.
Tantangan Ke Depan
Krisis sampah di Yogyakarta bukan hanya persoalan kebersihan, tetapi juga isu lingkungan yang berdampak luas. Ancaman penegakan hukum dari Kementerian LHK menjadi sinyal bahwa pemerintah pusat tidak akan mentolerir kelalaian dalam pengelolaan sampah. Namun, di sisi lain, permasalahan struktural seperti keterbatasan anggaran dan lahan menjadi tantangan yang harus diselesaikan bersama antara pemerintah pusat dan daerah.
Dalam waktu dekat, Kementerian LHK berencana mengadakan pertemuan dengan Pemkot Yogyakarta untuk membahas solusi yang lebih komprehensif. Selain penegakan hukum, dukungan pendanaan dan inovasi teknologi pengelolaan sampah diharapkan menjadi bagian dari strategi jangka panjang guna menyelesaikan masalah ini.