Gambar Ilustrasi : Freepik |
Jogjaterkini.id– Ratusan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Yogyakarta melakukan aksi damai di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, pada Selasa (12/11/2024). Mengenakan pakaian adat Jawa sebagai simbol identitas lokal, mereka mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan janji penghapusan utang bagi UMKM, petani, dan nelayan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024. Aturan ini, yang disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto, bertujuan untuk menghapus kredit macet UMKM yang terdampak pandemi COVID-19.
Ketua Umum Komunitas UMKM DIY, Ir. Prasetyo Atmosutijo, menjelaskan bahwa kesulitan ekonomi yang dialami pelaku UMKM bukan karena ketidakmampuan atau kemauan mereka untuk membayar, melainkan akibat dari pembatasan kegiatan usaha selama pandemi. "Pembatasan kegiatan usaha selama pandemi membuat banyak UMKM mengalami kerugian, sehingga gagal memenuhi kewajiban kredit mereka," ujarnya.
Lebih lanjut, Prasetyo menyebutkan bahwa selama pandemi, pemerintah telah berjanji untuk memberikan pemutihan utang bagi UMKM terdampak. Ia juga menyoroti bahwa angka bantuan sempat dibahas hingga mencapai Rp 5 miliar.
Peran UMKM di Yogyakarta dinilai sangat penting, tidak hanya sebagai penyerap tenaga kerja hingga 98 persen tetapi juga sebagai penopang stabilitas ekonomi daerah. “UMKM punya markas besar di daerah lokal, dan sangat penting untuk menjaga perekonomian daerah, terutama di tengah situasi ekonomi yang sulit ini,” ungkap Prasetyo.
Dalam aksi tersebut, Prasetyo juga mengungkapkan bahwa sekitar 300 UMKM sudah terdaftar resmi dengan hampir seribu UMKM lainnya yang terdampak langsung. Banyak dari mereka menghadapi ancaman penyitaan dan pelelangan aset akibat ketidakmampuan membayar utang. "Aset yang dijadikan jaminan seringkali bukan pabrik, tetapi rumah pribadi mereka," katanya. Ia menyampaikan bahwa aset-aset ini rentan dilelang secara tertutup, yang membuat pelaku usaha kehilangan tempat tinggal tanpa pemberitahuan.
"Kami bukannya tidak ingin membayar, kami hanya meminta waktu untuk menyelesaikan kewajiban kami sambil menunggu kepastian dari pemerintah," tambah Prasetyo. "Banyak anggota kita tiba-tiba disuruh keluar oleh seseorang yang datang dan mengatakan, 'Kamu harus keluar dari rumahmu.' Tahu-tahu sudah berganti nama. Rata-rata UMKM itu jaminannya bukan pabriknya, tapi rumah tempat tinggalnya," lanjutnya.
Situasi pelelangan ini juga menciptakan kekhawatiran terkait penurunan nilai aset yang dinilai sangat merugikan pelaku usaha. “Yang paling menyakitkan itu jika sampai pelelangan. Karena (rumah) buru-buru disita, mereka langsung mati, tenaga kerjanya langsung tidak ada dan itu ada disparitas harga yang luar biasa,” tandasnya.
Pemda DIY Akan Tindak Lanjuti Aspirasi UMKM
Menanggapi aksi tersebut, Pemerintah Daerah DIY melalui Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Tri Saktiyana, berjanji untuk berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yogyakarta agar PP Nomor 47 Tahun 2024 segera diimplementasikan. "Kami secepatnya akan koordinasi dengan OJK Yogyakarta untuk implementasi PP tersebut karena diamanatkan dalam 6 bulan harus bisa diselesaikan," ujarnya.
Tri Saktiyana juga menyampaikan bahwa Pemda DIY akan melakukan verifikasi terhadap UMKM yang terdampak untuk memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran. "Setiap UMKM memiliki persoalan yang berbeda, jadi kami akan melakukan 'diagnosis' untuk menilai apakah masalah mereka disebabkan oleh COVID-19 atau faktor lainnya," jelas Tri.
Data Dinas Koperasi DIY menyebutkan bahwa terdapat sekitar 290 UMKM terdampak yang perlu verifikasi lebih lanjut, mengingat informasi terkait utang bersifat pribadi antara debitur dan kreditur. Upaya verifikasi ini diharapkan dapat memastikan bahwa bantuan sampai kepada pihak yang benar-benar membutuhkan.
Aksi damai ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mendorong realisasi kebijakan penghapusan utang yang dijanjikan pemerintah, guna mendukung keberlangsungan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi Yogyakarta.