![]() |
Gambar Ilustrasi (Harian Jogja) |
Bantul, DIY – Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menetapkan Lurah Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Wajiran, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penyewaan Tanah Kas Desa (TKD). Penetapan ini dilakukan setelah dilakukan gelar perkara atas pemanfaatan tanah desa tanpa persetujuan dari Gubernur DIY.
"Betul (Lurah Srimulyo). Untuk yang bersangkutan berdasarkan hasil gelar perkara sudah ditetapkan sebagai tersangka," ungkap Dirreskrimsus Polda DIY, Kombes Pol Haris, dikutip dari DetikJogja .
Menurut Haris, penyalahgunaan TKD itu diduga berlangsung selama periode 2013 hingga 2025. Lahan yang menjadi objek perkara merupakan Tanah Kas Kalurahan Srimulyo, Persil T 34 klas IV seluas 3.915 meter persegi yang berada di Padukuhan Plesedan. Lahan tersebut disewakan kepada pihak swasta dan dimanfaatkan sebagai tempat usaha seperti penginapan dan tempat makan.
“(Disewakan) untuk pihak swasta. (Pemanfaatan) untuk jualan, penginapan,” jelas Haris.
Dicopot Sementara, Pemkab Siapkan Pengganti
Menindaklanjuti status hukum Wajiran, Pemerintah Kabupaten Bantul mengambil langkah tegas dengan memberhentikan sementara sang lurah. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji, menegaskan bahwa pemberhentian sementara dilakukan sesuai regulasi.
"Jadi sesuai dengan regulasi nanti Pak Lurah itu akan kita berhentikan sementara. Karena beliau itu tersangka tindak pidana korupsi," kata Hermawan saat dihubungi, Jumat (11/7/2025).
Ia menyebutkan, surat keputusan pemberhentian sudah diajukan ke Bupati Bantul dan ditargetkan selesai paling lambat Senin (14/7/2025). Nantinya jabatan Lurah Srimulyo untuk sementara akan diisi oleh Carik (sekretaris desa) sebagai pelaksana harian (Plh).
Hermawan menambahkan, Pemkab Bantul tidak akan memberikan pendampingan hukum kepada Wajiran. “Karena walaupun praduga tidak bersalah tetapi kan permasalahannya dugaan korupsi,” tegasnya.
Lurah Srimulyo: "Saya Menyesuaikan Aturan, Bukan Melanggar"
Menanggapi penetapannya sebagai tersangka, Wajiran menyatakan bahwa dirinya tidak merasa bersalah dan menilai semua tindakan yang dilakukan justru mengikuti ketentuan yang berlaku.
“Karena saya ini malah menyesuaikan aturan Gubernur, bukannya melanggar,” ujarnya saat dihubungi wartawan.
Ia menjelaskan, permasalahan ini berakar pada penyewaan TKD di kawasan Bukit Bintang, Piyungan, yang sudah digunakan untuk usaha hotel dan restoran sejak 1990-an dan mengantongi izin Pemkab pada 2002. Saat dirinya menjabat sebagai lurah pada 2013, ia mengubah perjanjian sewa agar sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY yang berlaku sejak 2011.
"Saat menjabat Lurah tahun 2013, saya mengubah perjanjian sewa TKD agar sesuai dengan regulasi baru sesuai kewajiban izin dari Gubernur DIY sejak 2011," ucapnya.
"Lalu perjanjian saya buat baru, dengan masa sewa maksimal 20 tahun dan harganya disesuaikan," lanjutnya.
Namun, upaya untuk mendapatkan izin gubernur terkendala di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY karena lokasi usaha berada di zona merah. Dinas bahkan sempat meminta usaha tersebut ditutup.
"Karena kalau saya nutup, saya bisa salah," katanya.
Tegaskan Tidak Menikmati Dana Secara Pribadi
Wajiran juga menegaskan bahwa seluruh dana hasil sewa tanah kas masuk ke kas desa dan digunakan untuk kepentingan pembangunan fasilitas umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
"Jadi semua uang masuk ke kas desa dan sama sekali tidak ada yang ke kantong pribadi," tegasnya.
Ia pun menyatakan siap untuk membuktikan di hadapan hukum bahwa dirinya tidak bersalah.
"Saya siap membuktikan bahwa saya tidak bersalah," pungkasnya.