![]() |
Gambar : Freepik |
Jogjaterkini.id - Jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia pada tahun 2024 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 80.000 pekerja terkena PHK sepanjang 2024, naik dari angka 60.000 pada 2023. Kondisi ini memicu keprihatinan banyak pihak dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret.
Faktor Pemicu Lonjakan PHK
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna, mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah PHK. Menurutnya, pelemahan perekonomian global dan derasnya produk impor menjadi dua penyebab utama situasi ini.
“Saya kira ini [kenaikan angka PHK] merupakan dampak dari kondisi perekonomian global yang melemah dan juga derasnya produk impor masuk ke Indonesia,” ujar Hempri dikutip dari Harian Jogja Selasa (24/12/2024).
Lebih lanjut, Hempri menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Ia menilai kebijakan tersebut memicu maraknya produk impor yang berdampak negatif pada industri lokal. Akibatnya, banyak perusahaan lokal, khususnya industri padat karya seperti sektor alas kaki, mengalami kesulitan bersaing dan akhirnya memilih melakukan efisiensi dengan cara PHK.
“Kalau dilihat, industri yang paling terdampak adalah industri padat karya, khususnya industri alas kaki,” tambah Hempri.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Hempri menjelaskan bahwa dampak PHK tidak hanya berhenti pada hilangnya mata pencaharian. Secara psikologis, para korban PHK sering kali mengalami tekanan mental yang serius. Selain itu, PHK juga berpotensi memicu berbagai masalah sosial seperti meningkatnya angka kemiskinan, ketidakstabilan sosial, hingga penurunan pertumbuhan ekonomi.
“PHK dapat memicu munculnya berbagai masalah sosial lain seperti meningkatnya angka kemiskinan, ketidakstabilan sosial hingga penurunan pertumbuhan ekonomi. Itulah sebabnya, dampak-dampak tersebut harus segera direspons oleh pemerintah,” jelas Hempri.
Langkah Solutif yang Diharapkan
Untuk mengatasi permasalahan ini, Hempri mendorong pemerintah agar segera mengambil tindakan. Salah satu langkah yang disarankan adalah mengkaji ulang Permendag No.8/2024 untuk memastikan kebijakan impor tidak merugikan industri lokal.
Selain itu, penguatan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta sektor informal juga dinilai penting. Hempri menilai kedua sektor tersebut memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja korban PHK. Informasi pasar kerja juga harus diperluas agar para korban PHK mendapatkan akses lebih baik terhadap peluang kerja.
“Diperlukan penguatan sektor UMKM dan sektor informal agar sektor-sektor tersebut bisa dimasuki korban PHK. Selain itu, informasi pasar kerja juga perlu diperluas agar mampu memberikan info-info pekerjaan untuk mereka yang terdampak PHK,” tutup Hempri.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan pemerintah dapat memitigasi dampak buruk dari lonjakan angka PHK ini dan menjaga stabilitas sosial serta ekonomi Indonesia di masa mendatang.