TSMlBUA7TprpTUG5BSGlTfA7GA==

Bakpia Jogja, Cita Rasa Klasik yang Tetap Eksis di Tengah Gempuran Camilan Modern

Bakpia Jogja, Cita Rasa Klasik yang Tetap Eksis di Tengah Gempuran Camilan Modern
Gambar : BacaKoran



Jogjaterkini.id
- Bakpia telah lama menjadi salah satu oleh-oleh yang identik dengan Yogyakarta. Kue bertekstur lembut dengan isian manis ini bukan sekadar kudapan, melainkan bagian dari narasi sejarah dan budaya panjang yang melekat erat pada kota gudeg tersebut. Namun, di balik popularitasnya sebagai buah tangan khas, tak banyak yang mengetahui bahwa bakpia menyimpan kisah perjalanan lintas budaya yang menarik untuk disimak.

Akulturasi Budaya dalam Sebuah Kue

Bakpia bukanlah makanan asli pribumi Jawa. Keberadaannya di Yogyakarta bermula dari pengaruh Tionghoa yang masuk pada awal abad ke-20. Catatan sejarah menyebutkan bahwa seorang pendatang Tionghoa bernama Kwik Sun Kwok memperkenalkan kue ini di Kampung Suryowijayan, Mantrijeron, pada 1940-an. Ia membawa resep kue sejenis mooncake, yang dalam dialek Hokkien dikenal dengan sebutan “bakpia” – gabungan kata bak (daging) dan pia (kue).

Namun, demi menyesuaikan dengan lidah lokal dan nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta yang mayoritas Muslim, Kwik memodifikasi resep tersebut. Ia mengganti minyak babi dengan minyak nabati dan mengembangkan isian kacang hijau sebagai alternatif dari daging. Proses adaptasi ini menjadi bukti nyata akulturasi budaya yang harmonis antara etnis Tionghoa dan masyarakat Jawa.

Lahirnya Sentra Bakpia Pathok

Perjalanan bakpia berlanjut pada tahun 1948, saat produksi kue ini mulai dilakukan secara lebih besar-besaran di kawasan Pathuk (sering disebut Pathok), Yogyakarta. Di sinilah lahir sebutan “Bakpia Pathok” yang kini melekat sebagai merek kolektif dari berbagai produsen di kawasan tersebut.

Keberhasilan bakpia sebagai oleh-oleh khas tak lepas dari peran para pelaku UMKM yang terus mengembangkan variasi rasa, memperbaiki kualitas produk, hingga memodernisasi kemasan. Meski banyak toko menggunakan label serupa, masing-masing tetap mempertahankan keunikan rasa dan teknik pengolahannya.

Evolusi Cita Rasa: Dari Kacang Hijau ke Aneka Isian Modern

Bakpia Jogja dikenal dengan ciri khas kulit tipis dan isian padat yang berpadu antara manis dan gurih. Resep klasik menggunakan kacang hijau, gula, dan garam yang diolah menjadi pasta lembut, lalu dibungkus adonan tepung terigu sebelum dipanggang. Namun, seiring waktu, cita rasa bakpia mengalami evolusi.

Kini, bakpia hadir dengan varian rasa kekinian seperti keju, cokelat, durian, kumbu hitam, bahkan nanas. Inovasi ini memperluas pasar bakpia dan menarik minat generasi muda yang mencari kombinasi rasa tradisional dan modern. Di balik keanekaragaman rasa tersebut, bakpia tetap mempertahankan esensinya sebagai simbol kuliner warisan Yogyakarta.

Makna Filosofis dalam Popularitas Bakpia

Bagi sebagian orang, membeli bakpia sekadar memenuhi kebutuhan oleh-oleh. Namun, lebih dari itu, bakpia mencerminkan semangat keterbukaan budaya, adaptasi, dan pelestarian warisan kuliner. Ia adalah saksi bisu tentang bagaimana masyarakat Yogyakarta menerima pengaruh luar tanpa kehilangan identitas lokal.

Tak heran jika hampir setiap wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta merasa belum lengkap bila belum membawa pulang sekotak bakpia. Selain cita rasanya yang menggugah selera, bakpia menawarkan pengalaman sejarah dan nilai budaya yang tak ternilai.

Menyusuri Jejak Bakpia Langsung di Kota Gudeg

Bagi Anda yang ingin merasakan langsung sensasi autentik bakpia Jogja, berkunjung ke sentra Bakpia Pathok adalah pilihan yang tepat. Di sana, pengunjung bisa menyaksikan proses pembuatan bakpia secara tradisional maupun modern, mencicipi berbagai varian rasa langsung dari dapurnya, hingga berbincang dengan para perajin yang telah menjaga warisan kuliner ini turun-temurun.

Bakpia Jogja bukan hanya oleh-oleh biasa. Ia adalah simbol persahabatan budaya, keberagaman rasa, dan cerminan kreativitas kuliner yang terus hidup di tengah modernisasi.

Ketik kata kunci lalu Enter

close