JogjaTerkini.id - Kasus klitih yang kembali meresahkan warga Bantul akhir pekan lalu akhirnya mulai terkuak. Polisi memastikan bahwa aksi pengeroyokan yang melukai dua pemuda di Jopaitan, Palbapang, Bantul, bukan terjadi secara spontan, melainkan diawali saling tantang antar dua kelompok yang sebelumnya sudah saling mengenal.
Dikutip dari DetikJogja Kapolsek Bantul, Kompol Budi Riyanto, menjelaskan bahwa pertemuan kedua kelompok ini bermula dari percakapan lewat pesan singkat pada 16 Agustus 2025 sore. Dalam percakapan itu, rombongan korban lebih dulu melontarkan tantangan.
“Keduanya sepakat untuk bertemu di Embung Merdeka, Bambanglipuro. Namun, di perjalanan mereka justru berpapasan, sehingga langsung terjadi konfrontasi,” ujarnya saat jumpa pers di Polres Bantul, Jumat (22/8/2025).
Korban dan Pelaku Saling Kenal
Peristiwa yang terjadi pada Minggu (17/8/2025) sekitar pukul 02.30 WIB itu berujung bentrokan. Berdasarkan keterangan polisi, rombongan korban sempat melakukan provokasi dengan berteriak sambil memutar gesper. Hal ini memicu rombongan lawan untuk segera turun dari kendaraan dan mengayunkan senjata tajam.
“Dua korban mengalami luka akibat sabetan senjata tajam. Mereka sempat melawan menggunakan gesper, sehingga nantinya juga akan diperiksa,” jelas Budi.
Menariknya, kedua rombongan ternyata sudah saling mengenal meski berasal dari desa yang berbeda. Polisi menegaskan bahwa kasus ini tidak ada kaitannya dengan geng pelajar.
Empat Pemuda Ditangkap
Dalam penyelidikan, polisi mengamankan empat pemuda yang diduga sebagai pelaku utama. Mereka adalah OJA (19) alias Pion, FMP (22), MZA (19) alias Oyep, dan NRP (17) alias Raka, semuanya warga Kapanewon Bantul.
Pion, salah satu tersangka, mengaku sudah menyiapkan celurit dari rumah sebelum pertemuan terjadi. Ia bahkan menyebut dirinya sebagai eksekutor utama.
“Saya bawa celurit dari rumah, lalu saya ayunkan beberapa kali ke arah lawan,” katanya.
Sementara pelaku lain, FMP, juga mengaku membawa pedang sejak awal karena merasa tertantang oleh ajakan rombongan korban.
“Pedang itu memang saya bawa dari rumah dan sempat saya gunakan saat kejadian,” ucapnya.
Ancaman Hukuman Berat
Atas perbuatannya, keempat pemuda tersebut dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman hingga tujuh tahun penjara.
Polisi masih mendalami peran masing-masing pelaku sekaligus memastikan keterlibatan rombongan korban yang ikut melakukan provokasi.
“Kami akan periksa secara menyeluruh, baik dari pihak korban maupun pelaku. Semua yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Kapolsek.
Fenomena Klitih Jadi Sorotan
Kasus ini kembali menambah daftar panjang fenomena klitih, istilah lokal untuk menyebut aksi kejahatan jalanan yang kerap terjadi di Yogyakarta. Meski awalnya dipicu saling tantang antar kelompok, aksi ini tetap meninggalkan luka fisik dan trauma pada korban, sekaligus menimbulkan keresahan di masyarakat.
Polisi mengimbau agar para remaja tidak mudah terpancing tantangan di media sosial maupun pesan singkat. “Fenomena klitih ini harus diwaspadai bersama. Orang tua juga perlu mengawasi aktivitas anak di luar rumah, khususnya pada malam hingga dini hari,” tambahnya.