![]() |
| Ilustrasi |
Jogjaterkini.id – Menghadapi musim penghujan, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulonprogo mulai memperkuat
langkah mitigasi bencana, terutama potensi tanah longsor di wilayah perbukitan.
Upaya ini dilakukan agar masyarakat lebih siap dan kerugian akibat bencana
dapat diminimalisasi sejak dini.
Kepala Pelaksana BPBD Kulonprogo, Setiawan Tri
Widada, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi dan
pendampingan kepada warga yang tinggal di sekitar tebing. Menurutnya, salah
satu langkah sederhana namun penting adalah mengatur sistem aliran air hujan
agar tidak langsung mengarah ke tebing.
“Untuk mitigasi longsor, masyarakat bisa melakukan manajemen
air yang rumahnya di atas tebing yang rawan longsor,” ujarnya, Kamis (30/10).
Selain itu, Setiawan juga mengimbau agar setiap rumah yang
berada di wilayah curam memasang talang air pada atap. Dengan begitu, aliran
air dapat diarahkan menjauh dari tebing sehingga risiko erosi tanah bisa
ditekan.
“Kemudian juga bagi rumah-rumah yang di sekitar tebing, agar
dipasang talang air di atapnya sehingga aliran air bisa diarahkan menjauh dari
tebing,” tambahnya.
Waspadai Banjir di Wilayah Selatan
Tak hanya longsor, BPBD juga mengantisipasi potensi banjir
di wilayah selatan Kulonprogo. Setiawan menjelaskan, pemantauan dilakukan
terhadap saluran air yang tersumbat akibat sampah atau sedimentasi. Ia
menyarankan agar warga secara swadaya melakukan pengerukan saluran yang tidak
lancar agar air dapat mengalir dengan baik.
Untuk aliran sungai besar, BPBD berkoordinasi dengan
instansi terkait guna menangani sedimentasi yang berpotensi memicu banjir.
Menurut Setiawan, hampir seluruh wilayah Kulonprogo memiliki potensi bencana
hidrometeorologi dengan karakteristik berbeda.
“Wilayah utara, Kapanewon Kokap, Girimulyo, Kalibawang,
Samigaluh, dan sebagian wilayah Pengasih dan Nanggulan rawan longsor,”
jelasnya.
“Wilayah Selatan rawan banjir seperti Wates, Panjatan, dan
sekitarnya,” imbuhnya.
Anggaran BTT Belum Digunakan
Lebih lanjut, Setiawan menyebutkan bahwa anggaran Belanja
Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan bencana di Kulonprogo saat ini
masih belum digunakan. Pasalnya, intensitas kejadian bencana yang terjadi
sejauh ini masih tergolong ringan dan belum menimbulkan dampak signifikan.
“Khusus kedaruratan, BTT sementara ini belum bisa digunakan
karena belum ada SK tersebut,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pencairan BTT baru bisa dilakukan apabila
sudah ada surat keputusan (SK) Bupati mengenai status tanggap
darurat bencana hidrometeorologi. Dana BTT yang bersumber dari APBD
Kulonprogo tersebut mencapai sekitar Rp10 miliar, dan
bukan hanya diperuntukkan bagi BPBD, tetapi juga kebutuhan instansi lain yang
memerlukan dana darurat.
Banjir dan Longsor Sudah Tertangani
Meski hujan deras yang melanda pada Selasa (28/10) sempat
menimbulkan banjir dan longsor di beberapa titik, Setiawan memastikan bahwa
seluruh kejadian sudah tertangani dengan cepat.
“Kondisi sekarang, banjir sudah surut. Dampak longsor yang
menimpa rumah sudah langsung kami berikan bantuan permakanan ataupun logistik
lainnya sesuai dengan standarnya,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan agar setiap Forum Pengurangan
Risiko Bencana (FPRB) di tingkat kalurahan dapat dimaksimalkan
fungsinya. Forum tersebut diharapkan berperan aktif tidak hanya dalam upaya
mitigasi, tetapi juga dalam penanganan awal ketika bencana terjadi.
Dengan kesiapsiagaan masyarakat dan kolaborasi antara
pemerintah serta berbagai elemen lokal, BPBD berharap ancaman bencana di musim
penghujan kali ini dapat ditekan seminimal mungkin.

